Pagi masih buta namun rasa gerah sudah mulai menyerangku, di sudut kamarku aku masih sibuk berkutat dengan rasa malas yang seolah makin mengganas, semangat untuk mudik kekampung sedikitpun tak sanggup menolongku. Kelopak mataku hanya bisa kuangkat setengah ketika rasa kantuk juga ikut ikutan menghajarku, dan suara Istriku yang Nyerocos seolah vokal Mmbah surip yang menina bobokkan aku ………” bangun tidur…. Tidur lagi……..Bangun tidur………..Tidur lagi…., ……… bangun………….., tidur lagi…………..
- Untuk melawan Serangan Fajar ini aku segera memberanikan diri keluar kamar, perlahan aku berjalan ke ruang depan, sejurus kemudian mataku menangkap bayangan adik kecilku di balik kelambu,tergolek lelap tertidur dengan pulasnya. Usianya baru hampir genap tiga tahun sangat aktif dan nakal tapi juga sangat lucu, dialah selama ini yang menjadi pahlawanku setiap Subuh datang. ….” Alif bangun kita mau ke ampung dilla….” kataku membangunkannya.
Baru beberapa detik setelah turun dari mobil, rasa sejuk khas hawa pegunungan langsung menyapaku, Nyiur yang melambai genit seolah meminta untuk di potret, Alam yang asri berpadu dengan dengan model bangunan masjid yang modern dan unik, Sangat indah bahkan terkesan amat seksi. Beberapa saat aku Cuma bisa terpaku memandang pemandangan di sekelilingku dengan rasa takjub. Sayang di sakuku Cuma ada kamera handpone….akh………..
- Sebenarnya aku tidak merasa lelah….sebenarnya aku ingin sekali kebelakang atau ke sungai di bawa jembatan untuk melihat lebih dekat Eksotisnya pemandangan dusun ini……, tapi aku harus jaga image dari pandangan makhluk makhluk di kampung ini baik makhluk halusnya juga manusianya. Akupun akhirnya memilih berbaring di balai balai menikmati tusukan tusukan hawa dingin , sesuatu yang sulit kunikmati di Makassar.