Translator/terjemahan

Sabtu, 18 September 2010

Berkunjung ke tepi surga





Pagi masih buta namun rasa gerah sudah mulai menyerangku, di sudut kamarku aku masih sibuk berkutat dengan rasa malas yang seolah makin mengganas, semangat untuk mudik kekampung sedikitpun tak sanggup menolongku. Kelopak mataku hanya bisa kuangkat setengah ketika rasa kantuk juga ikut ikutan menghajarku, dan suara Istriku yang Nyerocos seolah vokal Mmbah surip yang menina bobokkan aku ………” bangun tidur…. Tidur lagi……..Bangun tidur………..Tidur lagi…., ……… bangun………….., tidur lagi…………..
  • Untuk melawan Serangan Fajar ini aku segera memberanikan diri keluar kamar, perlahan aku berjalan ke ruang depan, sejurus kemudian mataku menangkap bayangan adik kecilku di balik kelambu,tergolek lelap tertidur dengan pulasnya. Usianya baru hampir genap tiga tahun sangat aktif dan nakal tapi juga sangat lucu, dialah selama ini yang menjadi pahlawanku setiap Subuh datang. ….” Alif bangun kita mau ke ampung dilla….” kataku membangunkannya.
Setelah Alif adik kecilku di mandi oleh ma2ku, aku juga mandi . kulihat adikku istriku dan juga mama masih sibuk mammode . aku hanya butuh waktu sepuluh menit untuk berkemas kemas dan kami semua siap untuk berangkat.Tak lama kemudian mobil yang kami pesan datang menjemput namun alangkah kagetnya, karena ternyata mobil Panther yang akan kami tumpangi telah terisi lima orang penumpang, kami berjumlah empat orang dan kata sopirnya lagi masih ada empat orang yang akan di jemput….. “ wah………., parah…….. lalu apa enaknya Mudik “ , gerutuku dalam hati . Terbayang dalam fikiranku gimana rasanya berada dalam kendaraan yang mestinya hanya bisa di tumpangi 10 orang harus terisi 14 orang dengan Waktu Tempuh _+ 4 jam.
Baru beberapa detik setelah turun dari mobil, rasa sejuk khas hawa pegunungan langsung menyapaku, Nyiur yang melambai genit seolah meminta untuk di potret, Alam yang asri berpadu dengan dengan model bangunan masjid yang modern dan unik, Sangat indah bahkan terkesan amat seksi. Beberapa saat aku Cuma bisa terpaku memandang pemandangan di sekelilingku dengan rasa takjub. Sayang di sakuku Cuma ada kamera handpone….akh………..
  • Sebenarnya aku tidak merasa lelah….sebenarnya aku ingin sekali kebelakang atau ke sungai di bawa jembatan untuk melihat lebih dekat Eksotisnya pemandangan dusun ini……, tapi aku harus jaga image dari pandangan makhluk makhluk di kampung ini baik makhluk halusnya juga manusianya. Akupun akhirnya memilih berbaring di balai balai menikmati tusukan tusukan hawa dingin , sesuatu yang sulit kunikmati di Makassar.
Akhirnya aku bisa sedikit mencuri waktu menyusuri sungai dan mengambil beberapa gambar , dan hasilnya membuat saya sangat kagum. Dengan kamera hanphone yang hanya berpixel minim di tambah dengan kemampuanku mengambil gambar yang pas pasan aku bisa juga menghasilka gambar yang lumayan keren. Selengkapnya...

Selasa, 26 Januari 2010

Engkau Sedang Jatuh Cinta………………

Tandus hati ……. mungkin lebih kering dari padang mahsyar, Panaspun kian menggigit seolah matahari telah duduk di ubun ubunku, Air mata telah terkuras hingga tak ada lagi Butiran butiran bening yang sering kuubah jadi puisi, di sini di tengah padang kegersangan hatiku tak kutemukan setangkai dahanpun untuk berteduh walau hanya sejenak.
Tanpa rasa letih terus saja kuseret langkahku menyusuri padang tandus ini, aku berharap sungguh, pada sebuah keajaiban agar Sunyi yang sangat setia ini bosan menikahiku…………..
Tanpa rasa letih terus saja kuseret langkahku menyusuri padang tandus ini, aku berharap sungguh, pada sebuah keajaiban agar Sunyi yang sangat setia ini bosan menikahiku…………..
Di tengah rintihan putus asa, tiba tiba datanglah dirimu………., perlahan tapi pasti bayangmu merebut perhatianku, lalu tanpa kuduga engkau telah menanam jutaan benih benih kerinduan di tengah gersangnya padang hatiku. setiap hari kau sirami benih benih itu dengan kasih yang tak pernah sanggup kau letupkan lewat bibirmu.
lalu Tetanaman rindu itu dengan cepat bertumbuh subur memenuhi setiap sudut hatiku, padang Tandus itu menjelma jadi taman firdaus. Siangnya matahari tak lagi memanggang kulitku, malamnya kau undang Purnama menjadi saksi cerita cerita yang kita ungkap dengan bahasa diam…………
Di sepertiga malam aku segera menggelar sejadah yang di bungkus debu…..
lalu segera dahiku bertumpu di salah satu sudutnya
Seperti tidak percaya pada nikmatnya kenyataan ini, bibirku segera melontar tanya
Tuhan………… Kejutan apalagi ini?...............
Tak kudengar sebisik jawabpun dari-Nya
Kecuali suara pelan namun sangat jelas berbisik di kedua telingaku, " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ". " Engkau sedang Jatuh Cinta ".


Selengkapnya...