Tiga hari rencanaku tertunda, dua hari karena cuaca yang sangat tidak bersahabat, hari ketiganya karena kendaraan mesin waktu yang akan kutumpangi mengalami kelainan.hari keempatnya keberangkatanku tak tertahankan lagi, bahkan iblis yang sejak tadi menggerutu juga ikut bersorak menyemangati. Akupun membersihkan diri, hati, juga jiwaku. tak lupa aku membawa dua buah wadah yang sangat besar, yang kapasitasnya melebihi luas langit dan bumi. wadah itu adalah secarik kertas dan sebuah pena.Laju mesin waktuku mulai kupacu, meski perlahan tapi semakin lama mesin waktu itu semakin cepat berputar. Sebagai seorang yang berjiwa liat bagai petualang, aku selalu berprinsip perjalanan selalu lebih indah dari tujuan sesungguhnya, Tapi bagi negeri seindah negeri langit prinsipku ini tidak akan berlaku, negeri langit adalah sebuah pengecualian.
Semakin lama aku semakin tidak sabar untuk menapakkan kaki di negeri langit, hingga indahnya bintang gemintang di sepanjang perjalanan tak lagi begitu menarik perhatianku. Awan yang mulai cemberut menatapku, bersiap menurunkan air hujannya, tapi aku tidak perduli lagi. Meski jazadku masih dalam rengkuhan gravitasi sesungguhnya jiwaku telah sampai ke ujung langit.
Sejam kemudian akupun sampai ke Gerbang langit, Berjuta rasa bahagia langsung menyambutku. Aku sangat bersyukur akhirnya tuhan masih memberi aku kesempatan untuk menginjakkan kaki di negeri ini ,negeri di mana terdapat sebuah istana yang di huni oleh seorang Raja. Raja yang tidak pernah di kenali oleh rakyatnya, Raja yang selalu memberi, mengayomi, mencintai ,tanpa pernah mengharap balasan, Raja yang sangat kaya sehingga dia tidak pernah berharap untuk di beri apapun dari rakyatnya. Raja yang Istananya adalah rumah kayu yang sempit, tapi bisa melapangkan hati siapapun yang memasukinya.
Tubuhku bolehlah di lahirkan oleh Bunda tersayang di bumi , tapi jiwaku …… Sang raja inilah yang menghidupkannya.Dialah yang begitu berjasa memberi makan kepada jiwaku yang kala itu, hanya seonggok bayi yang terkena busung lapar, kurang gizi, dan nyaris Mati. Beliau, mengobatiku, memberiku makan, dengan sejenis makanan herbal yang tidak akan kutemukan di bumi. Makanan yang lezat dan bergizi itu adalah ilmu. Terkadang ada perasaan sungkan mengendap di jiwaku, hatiku kadang berbisik pantaskah aku menerima ini semua, tapi beliau selalu membesarkan jiwaku………
Masih teramat banyak pintu pintu harta karun yang ditunjukkan sang raja yang belum kutemukan kuncinya, tapi bukan hal itu yang membuat aku selalu ingin terbang ke negeri ini. Kerinduan……. Kerinduanlah yang selalu memaksaku datang kesini rindu pada titah titahnya , rindu pada semua teladannya……..
Translator/terjemahan
Selasa, 24 Maret 2009
PERJALANAN MENUJU LANGIT Part I
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
prosa yang indah...
BalasHapus2 thumbs up...
http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com